INVERTING AMPLIFIER
INVERTING AMPLIFIER
1. Pendahuluan (kembali
)Dalam dunia elektronika analog, penguat operasional atau Op-Amp (Operational Amplifier) merupakan salah satu komponen aktif yang sangat serbaguna dan banyak digunakan. Op-Amp memiliki penguatan tegangan yang sangat tinggi dan dapat digunakan dalam berbagai konfigurasi rangkaian, salah satunya adalah Inverting Amplifier.
Inverting Amplifier adalah konfigurasi dasar dari Op-Amp di mana sinyal input diberikan ke terminal inverting (-) dan output akan menghasilkan sinyal yang berlawanan fasa (180°) terhadap input, serta diperkuat sesuai dengan rasio resistor yang digunakan. Konfigurasi ini penting karena memberikan kemampuan penguatan dengan kestabilan tinggi, linearitas yang baik, dan respons frekuensi yang luas.
Penggunaan inverting amplifier banyak ditemukan dalam sistem pengolahan sinyal, sensor, kontrol industri, dan berbagai aplikasi elektronika lainnya. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap prinsip kerja dan karakteristik inverting amplifier sangat penting bagi mahasiswa teknik elektro, khususnya dalam memahami dasar perancangan sistem analog.
2. Tujuan (kembali)
1) Memahami prinsip kerja Inverting Amplifier menggunakan Op-Amp 741.
2) Menganalisis penguatan sinyal lemah dari berbagai jenis sensor menggunakan konfigurasi inverting amplifier.
3) Menerapkan rangkaian inverting amplifier untuk memperkuat sinyal dari sensor gas, sensor thermocouple, dan sensor flame.
3. Alat dan Bahan (kembali)
A) ALAT
1) OSILOSKOP
2) MULTIMETER
B) BAHAN
1) RESISTOR
2) DIODA ZENER
3) GROUND
4) SENSOR GAS
5) SENSOR VIBRATION
6) SENSOR API
7) OPA-AMP
4. Dasar Teori (kembali)
A) Op-Amp (Operational Amplifier)
Penguat operasional (Operational Amplifier) atau yang biasa disebut dengan op-amp, merupakan penguat elektronika yang banyak digunakan untuk membuat rangkaian detektor, komparator, penguat audio, video, pembangkit sinyal, multivibrator, filter, ADC, DAC, rangkaian penggerak dan berbagai macam rangkaian analog lainnya. Op-amp pada umumnya tersedia dalam bentuk rangkaian terpadu yang memiliki karakteristik mendekati karakteristik penguat operasional ideal tanpa perlu memperhatikan apa yang terdapat di dalamnya. Ada tiga karakteristik utama op-amp ideal, yaitu;
1) Gain sangat besar (AOL >>).
Penguatan open loop adalah sangat besar karena feedback-nya tidak ada atau RF = tak terhingga.
2) Impedansi input sangat besar (Zi >>).
Impedansi input adalah sangat besar sehingga arus input ke rangkaian dalam op-amp sangat kecil sehingga tegangan input sepenuhnya dapat dikuatkan.
3) Impedansi output sangat kecil (Zo <<).
Impedansi output adalah sangat kecil sehingga tegangan output stabil karena tahanan beban lebih besar yang diparalelkan dengan Zo <<.
Adapun simbol op-amp adalah seperti pada gambar 1
| Gambar 1 |
dimana,
V1 adalah tegangan masukan dari kaki non inverting
V2 adalah tegangan masukan dari kaki inverting
Vo adalah tegangan keluaran
sehingga
Adapun tegangan output maksimum yang dapat dihasilkan adalah :
dibawah tegangan sumber +-Vs = +-Vsat
Tegangan output maksimum secara praktis dihasilkan sekitar 2 Volt dibawah tegangan sumber ±Vs dan disebut juga sebesar tegangan saturasi ±Vsat . Gambar 65 memperlihatkan kurva karakteristik hubungan Vi terhadap Vo untuk rangkaian op-amp dengan tegangan input dihubungkan ke kaki input non inverting (+) dan tegangan 0 Volt (di ground) ke kaki input inverting (-). Sesuai dengan nama input op-amp yaitu apabila input dimasukkan ke kaki non inverting (+) yang artinya tidak membalik maka tegangan output yang dihasilkan adalah sefasa dengan tegangan input. Seperti terlihat pada gambar 112 yaitu saat input Vi bertegangan positif maka output yang dihasilkan juga bertegangan positif dan sebaliknya
Rangkaian inverting amplifier adalah seperti gambar 113 dimana sesuai dengan namanya yaitu dengan input dimasukkan ke kaki inverting (pembalik) sehingga output akan dibalik atau beda fasa sebesar 180 derajat
Untuk mencari turunan penguatan tegangan ACL maka rangkaian dimisalkan dahulu dengan input dc positif, seperti gambar 114. Dalam analisa rangkaian amplifier disyaratkan op-amp bekerja ideal sehingga tegangan differensial (selisih tegangan di kaki non inverting terhadap tegangan di kaki inverting) Ed = 0, artinya VA (tegangan di titik A) = 0 sehingga arus yang melewati Ri sama dengan arus yang melewati Rf karena arus yang masuk ke kaki inverting sangat kecil karena sifat op-amp dimana impendasi (Zi) inputnya sangat besar. Adapun rangkaian pengganti untuk menghitung arus I adalah seperti gambar 2
| Gambar 2 |
Gambar 10 Rangkaian inverting amplifier dengan input dc positif
Dari rangkaian gambar 10 dengan Ed = 0 maka VA = 0 sehingga rangkaian dapat disederhanakan menjadi seperti gambar 115 untuk mencari arus
Dengan I = V / R maka dapat dicari ACL untuk gambar 115, yaitu;
Bentuk gelombang tegangan output VO adalah seperti pada gambar 116 dan karakteristik I-O seperti pada gambar 117
B) Resistor
Resistor merupakan komponen penting dan sering dijumpai dalam sirkuit Elektronik. Boleh dikatakan hampir setiap sirkuit Elektronik pasti ada Resistor. Tetapi banyak diantara kita yang bekerja di perusahaan perakitan Elektronik maupun yang menggunakan peralatan Elektronik tersebut tidak mengetahui cara membaca kode warna ataupun kode angka yang ada ditubuh Resistor itu sendiri.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, nilai Resistor yang berbentuk Axial adalah diwakili oleh Warna-warna yang terdapat di tubuh (body) Resistor itu sendiri dalam bentuk Gelang. Umumnya terdapat 4 Gelang di tubuh Resistor, tetapi ada juga yang 5 Gelang.
Gelang warna Emas dan Perak biasanya terletak agak jauh dari gelang warna lainnya sebagai tanda gelang terakhir. Gelang Terakhirnya ini juga merupakan nilai toleransi pada nilai Resistor yang bersangkutan.
Tabel dibawah ini adalah warna-warna yang terdapat di Tubuh Resistor :
Perhitungan untuk Resistor dengan 4 Gelang warna :
Cara menghitung nilai resistor 4 gelang:
1) Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-1 (pertama)
2) Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-2
3) Masukkan Jumlah nol dari kode warna Gelang ke-3 atau pangkatkan angka tersebut dengan 10 (10n)
4) Merupakan Toleransi dari nilai Resistor tersebut
Contoh pembacaan 4 gelang warna:
Gelang ke 1 : Coklat = 1
Gelang ke 2 : Hitam = 0
Gelang ke 3 : Merah = 2 nol dibelakang angka gelang ke-2; atau kalikan 100
Gelang ke 4 : Perak = Toleransi 5%
Maka nilai Resistor tersebut adalah 10 * 100 = 1.000 Ohm atau 1Kohm dengan toleransi 5%.
Perhitungan untuk Resistor dengan 5 Gelang warna :
Cara Menghitung Nilai Resistor 5 Gelang Warna:
1) Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-1 (pertama)
2) Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-2
3) Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-3
4) Masukkan Jumlah nol dari kode warna Gelang ke-4 atau pangkatkan angka tersebut dengan 10 (10n)
5) Merupakan Toleransi dari nilai Resistor tersebut
Contoh pembacaan 5 gelang warna:
Gelang ke 1 : Merah = 2
Gelang ke 2 : Merah = 2
Gelang ke 3 : Hitam = 0
Gelang ke 4 : Hitam = 0 nol dibelakang angka gelang ke-3; atau kalikan 0
Gelang ke 5 : Emas = Toleransi 5%
Maka nilai Resistor tersebut adalah 220 * 1 = 220 Ohm dengan toleransi 5%.
Contoh-contoh perhitungan lainnya :
Merah, Merah, Merah, Emas → 22 * 10² = 2.200 Ohm atau 2,2 Kilo Ohm dengan 5% toleransi
Kuning, Ungu, Orange, Perak → 47 * 10³ = 47.000 Ohm atau 47 Kilo Ohm dengan 10% toleransi
Cara menghitung Toleransi :
2.200 Ohm dengan Toleransi 5% =
2200 – 5% = 2.090
2200 + 5% = 2.310
ini artinya nilai Resistor tersebut akan berkisar antara 2.090 Ohm ~ 2.310 Ohm
C) Osiloskop
adalah alat ukur elektronik yang berfungsi untuk memproyeksikan frekuensi dan sinyal listrik dalam bentuk grafik.
1) Tombol/Sakelar dan Indikator Osiloskop
2) Tombol Power ON/OFF
Tombol Power ON/OFF berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan Osiloskop
3) Lampu Indikator
Lampu Indikator berfungsi sebagai Indikasi Osiloskop dalam keadaan ON (lampu Hidup) atau OFF (Lampu Mati)
4) ROTATION
Rotation pada Osiloskop berfungsi untuk mengatur posisi tampilan garis pada layar agar tetap berada pada posisi horizontal. Untuk mengatur rotation ini, biasanya harus menggunakan obeng untuk memutarnya.
5) INTENSITY
Intensity digunakan untuk mengatur kecerahan tampilan bentuk gelombang agar mudah dilihat.
6) FOCUS
Focus digunakan untuk mengatur penampilan bentuk gelombang sehingga tidak kabur
7) CAL
CAL digunakan untuk Kalibrasi tegangan peak to peak (VP-P) atau Tegangan puncak ke puncak.
8) POSITION
Posistion digunakan untuk mengatur posisi Vertikal (masing-masing Saluran/Channel memiliki pengatur POSITION).
9) INV (INVERT)
Saat tombol INV ditekan, sinyal Input yang bersangkutan akan dibalikan.
10) Sakelar VOLT/DIV
Sakelar yang digunakan untuk memilih besarnya tegangan per sentimeter (Volt/Div) pada layar Osiloskop. Umumnya, Osiloskop memiliki dua saluran (dual channel) dengan dua Sakelar VOLT/DIV. Biasanya tersedia pilihan 0,01V/Div hingga 20V/Div.
11) VARIABLE
Fungsi Variable pada Osiloskop adalah untuk mengatur kepekaan (sensitivitas) arah vertikal pada saluran atau Channel yang bersangkutan. Putaran Maksimum Variable adalah CAL yang berfungsi untuk melakukan kalibrasi Tegangan 1 Volt tepat pada 1cm di Layar Osiloskop.
12) AC – DC
Pilihan AC digunakan untuk mengukur sinyal AC, sinyal input yang mengandung DC akan ditahan/diblokir oleh sebuah Kapasitor. Sedangkan pada pilihan posisi DC maka Input Terminal akan terhubung langsung dengan Penguat yang ada di dalam Osiloskop dan seluruh sinyal input akan ditampilkan pada layar Osiloskop.
13) GND
Jika tombol GND diaktifkan, maka Terminal INPUT akan terbuka, Input yang bersumber dari penguatan Internal Osiloskop akan ditanahkan (Grounded).
14) VERTICAL INPUT CH-1
Sebagai VERTICAL INPUT untuk Saluran 1 (Channel 1)
15) VERTICAL INPUT CH-2
Sebagai VERTICAL INPUT untuk Saluran 2 (Channel 2)
16) Sakelar MODE
Sakelar MODE pada umumnya terdiri dari 4 pilihan yaitu CH1, CH2, DUAL dan ADD.
CH1=Untuk tampilan bentuk gelombang Saluran 1 (Channel 1).
CH2=Untuk tampilan bentuk gelombang Saluran 2 (Channel 2).
DUAL = Untuk menampilkan bentuk gelombang Saluran 1 (CH1) dan Saluran 2 (CH2) secara bersamaan.
ADD = Untuk menjumlahkan kedua masukan saluran/saluran secara aljabar. Hasil penjumlahannya akan menjadi satu gambar bentuk gelombang pada layar.
17) x10 MAG
Untuk pembesaran (Magnification) frekuensi hingga 10 kali lipat.
18) POSITION
Untuk penyetelan tampilan kiri-kanan pada layar.
19) XY
Pada fungsi XY ini digunakan, Input Saluran 1 akan menjadi Axis X dan Input Saluran 2 akan menjadi Axis Y.
20) Sakelar TIME/DIV
Sakelar TIME/DIV digunakan untuk memilih skala besaran waktu dari suatu periode atau per satu kotak cm pada layar Osiloskop.
21) Tombol CAL (TIME/DIV)
ini berfungsi untuk kalibrasi TIME/DIV
22) VARIABLE
Fungsi Variable pada bagian Horizontal adalah untuk mengatur kepekaan (sensitivitas) TIME/DIV.
23) GND
GND merupakan Konektor yang dihubungkan ke Ground (Tanah).
24) Tombol CHOP dan ALT
CHOP adalah menggunakan potongan dari saluran 1 dan saluran 2.
ALT atau Alternate adalah menggunakan saluran 1 dan saluran 2 secara bergantian.
25) HOLD OFF
HOLD OFF untuk mendiamkan gambar pada layar osiloskop.
26) LEVEL
LEVEL atau TRIGGER LEVEL digunakan untuk mengatur gambar yang diperoleh menjadi diam atau tidak bergerak.
27) Tombol NORM dan AUTO
28) Tombol LOCK
29) Sakelar COUPLING
Menunjukan hubungan dengan sinyal searah (DC) atau bolak balik (AC).
30) Sakelar SOURCE
Penyesuai pemilihan sinyal.
31) TRIGGER ALT
32) SLOPE
33) EXT
Trigger yang dikendalikan dari rangkaian di luar Osiloskop.
D) Grounding
adalah suatu sistem penghubung antara bagian dari rangkaian listrik atau perangkat elektronik ke tanah (ground) dengan tujuan untuk menjaga keselamatan serta kestabilan sistem. Ground berfungsi sebagai titik referensi tegangan nol dan sebagai jalur pelepasan arus berlebih atau gangguan, seperti lonjakan tegangan, petir, atau gangguan elektromagnetik.
Dalam konteks rangkaian elektronika, grounding membantu mencegah noise dan interferensi dengan memberikan jalur kembali arus gangguan ke tanah. Sistem ground yang baik sangat penting agar sinyal tidak terganggu dan peralatan dapat bekerja dengan optimal. Ada beberapa jenis grounding, seperti grounding fungsional (fungsi kerja sistem), grounding pelindung (safety), dan grounding sinyal (untuk kestabilan sinyal).
E) Vibration Sensor
i Vibration sensor / Sensor getaran ini memegang peranan penting dalam kegiatan pemantauan sinyal getaran karena terletak di sisi depan (front end) dari suatu proses pemantauan getaran mesin. Secara konseptual, sensor getaran berfungsi untuk mengubah besar sinyal getaran fisik menjadi sinyal getaran analog dalam besaran listrik dan pada umumnya berbentuk tegangan listrik. Pemakaian sensor getaran ini memungkinkan sinyal getaran tersebut diolah secara elektrik sehingga memudahkan dalam proses manipulasi sinyal, diantaranya:
- Pembesaran sinyal getaran
- Penyaringan sinyal getaran dari sinyal pengganggu.
- Penguraian sinyal, dan lainnya.
Sensor getaran dipilih sesuai dengan jenis sinyal getaran yang akan dipantau. Karena itu, sensor getaran dapat dibedakan menjadi:
- Sensor penyimpangan getaran (displacement transducer)
- Sensor kecepatan getaran (velocity tranducer)
- Sensor percepatam getaran (accelerometer).
Pemilihan sensor getaran untuk keperluan pemantauan sinyal getaran didasarkan atas pertimbangan berikut:
- Jenis sinyal getaran
- Rentang frekuensi pengukuran
- Ukuran dan berat objek getaran.
- Sensitivitas sensor
Berdasarkan cara kerjanya sensor dapat dibedakan menjadi:
- Sensor aktif, yakni sensor yang langsung menghasilkan tegangan listrik tanpa perlu catu daya
(power supply) dari luar, misalnya Velocity Transducer.
- Sensor pasif yakni sensor yang memerlukan catu daya dari luar agar dapat berkerja.
Grafik perbandingan frekuensi dengan sensitivitas sensor getaran :
F) Flame Sensor
Salah satu detektor yang memiliki fungsi terpenting adalah detektor api atau yang biasa disebut dengan Flame Detector yang mampu mengaktifkan alarm bila mendeteksi adanya percikan api yang berisiko menyebabkan bencana kebakaran. Namun, saat memilih Flame Detector, pengguna diharuskan telah benar-benar paham atas prinsip dari alat detektor tersebut dan meninjaunya demi mendapatkan Flame Detector yang sesuai dengan aktivitas di dalam lokasi dan tingkat kebutuhannya, serta bagaimana konsekuensi risiko yang mungkin terjadi.
Prinsip Flame Detektor tersebut menggunakan metode optik yang bekerja seperti UV (ultraviolet) dan IR (infrared), pencitraan visual api, serta spektroskopi yang berfungsi untuk mengidentifikasi percikan api atau flame. Reaksi intens bahan yang memicu kebakarfan dapat ditandai dari UV, terlihatnya emisi karbondioksida, dan radiasi dari infrared. Flame Detector juga mampu membedakan antara False Alarm atau peringatan palsu dengan api kebakaran sungguhan melalui komponen sistem yang dirancang dengan fungsi mendeteksi adanya penyerapan cahaya yang terjadi pada gelombang tertentu.
Tingkat potensi risiko kebakaran dari setiap jenis bahan semakin meluas mengingat semakin canggihnya teknologi penginderaan api atau teknologi Flame Sensing. Pada umumnya bahan bakar industri yang tergolong mudah terbakar antara lain: bensin, hidrogen, belerang, alkohol, LNG/LPG, minyak tanah, kertas, disel, kayu, jet bahan bakar, tekstil, ethylene, dan pelarut.
G) Sensor Gas MQ2
Sensor MQ-2 adalah sensor yang digunakann untuk mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar di udara serta asap dan output membaca sebagai tegangan analog. Sensor gas asap MQ-2 dapat langsung diatur sensitifitasnya dengan memutar trimpotnya. Sensor ini biasa digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas baik di rumah maupun di industri. Gas yang dapat dideteksi diantaranya : LPG, i-butane, propane, methane , alcohol, Hydrogen, smoke. Sensor MQ2 memiliki symbol seperti gambar di bawah ini :
| Gambar Simbol Sensor MQ2 |
| Grafik Sensifitas Sensor |
H) Diode Zener
Dioda Zener adalah jenis dioda khusus yang dirancang untuk beroperasi dalam kondisi bias balik (reverse bias), yaitu ketika tegangan diberikan dari katoda ke anoda. Berbeda dengan dioda biasa yang rusak jika diberikan tegangan balik melebihi batasnya, dioda Zener tetap aman dan menjaga tegangan tetap stabil pada nilai tertentu yang disebut tegangan Zener.
Ketika tegangan balik mencapai nilai tegangan Zener, dioda mulai menghantar arus secara stabil tanpa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, dioda Zener banyak digunakan dalam rangkaian regulator tegangan untuk memberikan tegangan referensi tetap, serta sebagai pelindung terhadap lonjakan tegangan.
Karakteristik penting dari dioda Zener adalah kemampuannya untuk menjaga tegangan tetap konstan meskipun arus berubah-ubah, selama berada dalam batas spesifikasinya.
Kode diode ZeneR
Dioda Zener dapat dibedakan dari dioda biasa dengan kode dan tegangan tembus yang tercetak di atasnya. Kode dioda Zener umumnya dimulai dengan huruf BZX... atau BZY...
Tegangan tembusnya dicetak dengan huruf V sebagai pengganti titik desimal, sebagai contoh kode dioda zener 4V7 artinya memiliki tegangan 4.7 V. Tegangan minimum yang tersedia adalah 2.7V.
Untuk lebih memahami lagi, berikut contoh cara membaca kode dioda zener yang bisa Anda pelajari:
· Kode 5.1 artinya tegangan = 5.1 Volt
· Kode 5V1 artinya tegangan = 5.1 Volt
· Kode 12 artinya tegangan = 12 Volt
· Kode 12V artinya tegangan = 12 Volt
Selanjutnya bisa Anda simak daftar tabel kode dioda zener yang bisa Anda jadikan referensi:
Karakteristik Dioda Zener I-V
Dioda zener digunakan dalam “reverse bias” atau membalikkan modus pemecahan, yaitu dioda anoda terhubung ke catu negatif. Dari kurva karakteristik I-V di atas, kita dapat melihat bahwa dioda zener memiliki daerah dalam karakteristik reverse bias hampir tegangan negatif konstan terlepas dari nilai arus yang mengalir melalui dioda dan tetap hampir konstan bahkan dengan perubahan besar dalam arus sebagai selama arus dioda zener tetap antara arus breakdown IZ(min) dan tingkat arus maksimum IZ(max).
Kemampuan untuk mengontrol itu sendiri dapat digunakan untuk efek besar untuk mengatur atau menstabilkan sumber tegangan terhadap variasi supply atau beban. Fakta bahwa tegangan melintasi dioda di daerah breakdown hampir konstan ternyata menjadi karakteristik penting dari dioda zener karena dapat digunakan dalam jenis aplikasi pengatur tegangan paling sederhana.
Fungsi Regulator adalah untuk memberikan tegangan output konstan ke beban yang terhubung secara paralel dengan itu terlepas dari riak dalam tegangan supply atau variasi dalam arus beban dan dioda zener akan terus mengatur tegangan hingga arus dioda turun di bawah nilai IZ(min) minimum di wilayah reverse breakdown.
5. Prinsip Kerja [kembali]
Prinsip Kerja Aplikasi Deteksi Kebakaran dan Gempa dengan Inverting Amplifier
Rangkaian ini dirancang sebagai sistem proteksi otomatis untuk boiler, dengan mendeteksi tiga kondisi berbahaya menggunakan tiga sensor utama, yaitu:
1. Sensor Api (Flame Sensor)
2. Sensor Gas (MQ-2)
3. Sensor Getaran (Vibration/earthquake sensor)
Setiap sensor ini dihubungkan ke rangkaian penguat operasional (Op-Amp) yang dikonfigurasi sebagai Inverting Amplifier dan Comparator, untuk memproses dan mengendalikan aktuator (relay dan buzzer) secara otomatis
1. Deteksi Api – Flame Sensor
Sensor api akan mendeteksi adanya nyala api dalam ruang pembakaran boiler. Sinyal output dari flame sensor masuk ke rangkaian inverting amplifier yang bertujuan untuk membalik dan memperkuat sinyal sensor.
· Setelah dikuatkan, sinyal masuk ke Op-Amp pembanding (comparator).
· Jika intensitas api berkurang atau menghilang, maka output Op-Amp akan menjadi HIGH.
· Output ini akan mengaktifkan transistor dan relay, yang akan memutus pasokan bahan bakar atau listrik ke sistem pembakaran.
· Buzzer juga akan aktif sebagai peringatan adanya kegagalan pembakaran.
2. Deteksi Kebocoran Gas – Sensor MQ-2
Sensor gas MQ-2 mendeteksi keberadaan gas berbahaya di sekitar boiler.
· Tegangan output dari sensor gas diproses oleh inverting amplifier, sehingga diperoleh sinyal yang lebih tajam dan jelas.
· Sinyal ini kemudian dibandingkan dengan tegangan referensi melalui Op-Amp comparator.
· Jika konsentrasi gas melebihi ambang batas:
o Output comparator menjadi aktif (HIGH),
o Mengaktifkan transistor driver,
o Menghidupkan relay pemutus daya dan buzzer alarm untuk menghindari potensi ledakan
3. Deteksi Getaran – Sensor Gempa (Vibration Sensor)
Sensor getar digunakan untuk mendeteksi getaran besar akibat guncangan atau gempa bumi yang berbahaya bagi sistem boiler.
· Sinyal dari sensor masuk ke rangkaian inverting amplifier untuk diperkuat dan dibalik.
· Kemudian masuk ke comparator untuk menentukan apakah getaran melebihi ambang aman.
· Jika getaran terdeteksi melebihi batas:
o Comparator mengeluarkan logika HIGH,
o Mengaktifkan transistor dan relay, memutuskan sistem pemanasan boiler.
o Buzzer aktif sebagai tanda evakuasi atau pengecekan sistem.
6. Problem [kembali]
1) Transistor tidak aktif meskipun sensor dan op-amp sudah menghasilkan output HIGH.
Kemungkinan Penyebab dan Solusi: Tegangan output op-amp terlalu kecil (< 0,7 V) sehingga tidak cukup mengaktifkan basis transistor → Solusi: Gunakan op-amp dengan output rail-to-rail atau tambahkan buffer. Basis resistor terlalu besar → Solusi: Kurangi nilai resistor basis untuk memastikan arus basis cukup besar agar transistor aktif.
2) Sensor Tidak Memberikan Output Sesuai
Masalah: Sensor api selalu output 0 V meskipun ada api.
Kemungkinan Penyebab dan Solusi: Sensor rusak atau tidak mendapatkan tegangan catu → Solusi: Periksa tegangan VCC dan ground sensor. Sensor tidak terkalibrasi dengan benar → Solusi: Sesuaikan sensitivitas sensor dengan potensiometer (jika ada).
3) Relay Tidak Aktif saat Output Aktif
Masalah: Op-amp HIGH, tapi relay tidak aktif.
Pemeriksaan: Cek transistor driver apakah sudah aktif → Ukur tegangan basis-emitor. Cek kondisi relay → Mungkin kumparan putus.
7. Soal Latihan [kembali]
1. Jelaskan mengapa pada sistem proteksi boiler ini digunakan konfigurasi inverting amplifier sebelum sinyal masuk ke komparator, dan bukan langsung ke komparator?
Jawaban:
Penggunaan konfigurasi inverting amplifier sebelum komparator pada sistem ini bertujuan untuk memperkuat sinyal keluaran dari sensor yang umumnya memiliki amplitudo kecil. Penguatan ini penting agar sinyal dapat diproses secara lebih akurat oleh komparator. Selain memperkuat, inverting amplifier juga membalik polaritas sinyal apabila sensor menghasilkan logika tegangan yang berbanding terbalik dengan kondisi bahaya. Dengan demikian, sistem menjadi lebih sensitif dan responsif terhadap perubahan yang terdeteksi oleh sensor. Jika sinyal dari sensor langsung masuk ke komparator tanpa penguatan, maka kemungkinan besar sinyal tersebut tidak akan mencapai batas ambang deteksi, sehingga sistem bisa gagal memberikan perlindungan saat kondisi berbahaya terjadi.
2. Flame sensor menghasilkan tegangan 0,3 volt saat api terdeteksi, dan 2,5 volt saat tidak ada api. Jika inverting amplifier memiliki penguatan sebesar -5, berapakah tegangan output amplifier saat api tidak terdeteksi?
Jawaban:
Ketika tidak ada api, flame sensor memberikan tegangan sebesar 2,5 volt. Tegangan ini kemudian masuk ke inverting amplifier dengan penguatan -5. Berdasarkan rumus penguatan inverting amplifier, yaitu Vout = -Av × Vin, maka tegangan keluarannya adalah -(-5) × 2,5 volt, sehingga menghasilkan tegangan sebesar +12,5 volt. Dengan kata lain, ketika tidak ada api, output dari amplifier menjadi positif 12,5 volt. Tegangan tinggi ini kemudian diteruskan ke komparator, yang akan memicu aktifnya sistem proteksi, karena mengindikasikan bahwa api dalam ruang pembakaran telah padam atau tidak normal.
3. Jika hanya sensor getaran yang mendeteksi adanya guncangan (sedangkan sensor gas dan sensor api tidak aktif), komponen apa saja yang akan aktif, dan apa aksi yang terjadi pada sistem boiler?
Jawaban:
Ketika hanya sensor getaran yang mendeteksi adanya guncangan, maka sinyal dari sensor tersebut akan terlebih dahulu diperkuat oleh inverting amplifier sebelum masuk ke op-amp yang berfungsi sebagai komparator. Setelah dibandingkan dengan tegangan referensi, jika sinyal melebihi ambang batas yang ditentukan, maka output komparator akan menjadi aktif atau HIGH. Output ini selanjutnya mengaktifkan transistor sebagai saklar elektronik yang akan mengalirkan arus ke kumparan relay. Akibatnya, relay akan aktif dan memutus aliran listrik ke sistem pembakaran boiler, sebagai bentuk perlindungan terhadap potensi bahaya akibat getaran atau gempa. Bersamaan dengan itu, buzzer akan berbunyi sebagai peringatan bagi operator bahwa telah terjadi guncangan berbahaya, meskipun sensor api dan gas dalam kondisi normal.
8. Percobaan [kembali]
Persiapan Awal
1) Buka software Proteus dan buka file rangkaian "Aplikasi Deteksi kebakaran dan gempa dengan inverting amplifier" yang telah dibuat.
2) Periksa koneksi rangkaian untuk memastikan semua komponen telah terhubung dengan benar:
a. Sensor Gas (MQ-2)
b. Sensor Api (Flame Sensor)
c. Op-Amp sebagai penguat dan pembanding
d. Transistor, relay, buzzer, dan indikator LED
e. Sensor Vibration
3) Pastikan sumber tegangan (VCC) telah disambungkan ke semua rangkaian (biasanya 5V atau 12V sesuai spesifikasi komponen).
4) Simpan proyek untuk menghindari kehilangan data jika terjadi kesalahan.
Pengujian Sensor Gas (MQ-2)
5. Jalankan simulasi dengan mengklik tombol “Run Simulation” di Proteus.
6. Variasikan tegangan keluaran dari sensor gas (MQ-2) secara manual (misal dengan potensiometer atau pengaturan langsung tegangan).
7. Perhatikan respon rangkaian:
· Jika konsentrasi gas rendah → tegangan output MQ-2 < referensi → relay tidak aktif, buzzer mati.
· Jika konsentrasi gas tinggi → tegangan output MQ-2 > referensi → Op-Amp aktif, transistor mengalirkan arus, relay aktif → buzzer dan LED menyala.
8. Catat kondisi saat buzzer aktif sebagai indikasi sistem proteksi gas bekerja.
Pengujian Sensor Api (Flame Sensor)
9. Atur output flame sensor (bisa menggunakan sinyal tegangan input) agar mensimulasikan keberadaan api (tegangan tinggi) dan tidak ada api (tegangan rendah).
10. Saat tegangan flame sensor tinggi (misalnya 5V) → sistem tidak aktif → relay dan buzzer mati.
11. Turunkan tegangan flame sensor di bawah nilai referensi (misal < 1V) untuk mensimulasikan kondisi kehilangan api.
12. Perhatikan perubahan pada output:
Jika tidak ada api → output pembanding aktif → transistor ON → relay aktif → buzzer dan LED menyala.
13. Catat hasil respon sistem saat mendeteksi kehilangan api.
Pengujian Sensor Getaran (Vibration Sensor)
Atur output dari sensor getaran (vibration sensor), misalnya menggunakan potensiometer atau tegangan variabel, untuk mensimulasikan dua kondisi: tidak ada getaran (tegangan rendah) dan adanya getaran/gempa (tegangan tinggi).
Saat tegangan output sensor masih rendah (misalnya < 1V), sistem berada dalam kondisi normal → relay dan buzzer dalam keadaan mati, tidak ada indikasi bahaya.
Tingkatkan tegangan sensor melebihi nilai referensi (misalnya > 3V) untuk mensimulasikan adanya getaran besar atau guncangan.
Perhatikan perubahan pada output rangkaian:
Jika sensor mendeteksi getaran (tegangan tinggi), maka output dari op-amp pembanding menjadi aktif (HIGH). Hal ini menyebabkan transistor penggerak relay menyala (ON), relay menjadi aktif, dan buzzer serta LED indikator menyala sebagai peringatan.
Catat respon sistem saat mendeteksi getaran, termasuk seberapa cepat sistem merespons, kondisi LED dan buzzer, serta apakah relay memutus sistem sesuai fungsinya.
9. Download File [kembali]
Rangkaian Simulasi link disini
Download Datasheets resistor klik disini
Download Datasheets Inverting Amplifier klik disini
Download Datasheets Amperemeter klik disini
Download Datasheets Voltmeter klik disini
Download Datasheets Opamp klik disini
Download Datasheets Osilloscop klik disini
Download Datasheets Rilay klik disini
Datasheet Vibration Sensor [unduh]
Donload Datasheet Flame sensor klik disini
Download library Sensor Flame klik disini
Library Vibration Sensor [unduh]
Komentar
Posting Komentar